Selasa, 11 Januari 2011

...............................................

Kepercayaan itu seperti kristal
Begitu indah... begitu bening
Tapi sekalinya dia terjatuh dia akan pecah dan sulit tuk menyatukannya lagi
Kepercayaan itu sakral...
tak terlihat, tak ternilai
Kepercayaan itu abstrak...
yang hanya ada di hati
Dan akan tersimpan selamanya di hati . . .

KARAKTER PEMILIK CORETAN TANGAN

Beberapa sifat yang bisa dilihat lewat tulisan:
a. Arah kemiringan huruf
Ke kanan = ekspresif, emosional
Tegak = menahan diri, emosi sedang
Ke kiri = menutup diri
Ke segala arah dalam 1 kalimat = tidak konsisten
Ke segala arah dalam 1 kata = ada masalah dengan kepribadiannya
b. Bentuk umum huruf-huruf
Bulat atau melingkar = alami, easygoing
Bersudut tajam = agresif, to the point, energi kuat
Bujursangkar = realistis, praktek berdasar pengalaman
Coretan tak beraturan = artistik, tidak punya standar
c. Huruf-huruf bersambung atau tidak
Bersambung seluruhnya = sosial, suka bicara dan bertemu dengan orang banyak
Sebagian bersambung sebagian lepas = pemalu, idealis yang agak sulit membina
hubungan(terlebih hubungan spesial).
Lepas seluruhnya = berpikir sebelum bertindak, cerdas, seksama
d. Spasi antar kata
Berjarak tegas = suka berbicara (mungkin orang yang selalu sibuk?)
Rapat/Seolah tidak berjarak = tidak sabaran, percaya diri dan cepat bertindak
e. Jarak vertikal antar baris tulisan
Sangat jauh = terisolasi, menutup diri, bahkan mungkin anti sosial
Cukup berjarak sehingga huruf di baris atas tidak bersentuhan dengan baris di
bawahnya = boros, suka bicara
Berjarak rapat sehingga ujung bawah huruf ‘y’, ‘g’, menyentuh ujung atas huruf
‘h’, ‘t’ = organisator yang baik
f. Interpretasi huruf ‘t’
Letak palang (-) pada kail ‘t’
Cenderung ke kiri = pribadi waspada, tidak mudah percaya
Tepat di tengah = pribadi yang kurang orisinil tapi sangat bertanggung jawab
Cenderung ke kanan = pribadi handal, teliti, mampu memimpin
Panjang kail ‘t’ menunjukkan kemampuan potensial untuk mencapai target.
Tinggi-rendah palang (-) pada kail ‘t’
Rendah = setting target lebih rendah dari kemampuan sebenarnya (kurang percaya
diri atau pemalas)
Tinggi = setting target tinggi tapi juga diimbangi oleh kemampuan
Di atas kail = setting target lebih tinggi dibanding kemampuan
g. Arah tulisan pada kertas
Naik/menanjak = energik, optimis, tegas
Tetap/lurus = perfeksionis, sulit bergaul
Turun = seorang yang tertekan atau lelah, kemungkinan menutup diri
h. Tekanan saat menulis
Makin kuat tekanan, makin besar intensitas emosional penulisnya.
i. Ukuran huruf
Makin kecil huruf yang ditulis, maka makin besar tingkat konsenterasi si
penulis, begitu pula sebaliknya.
j. Sedikit tentang huruf “O”
- Adanya rahasia ditunjukkan oleh lingkaran kecil pada huruf “O”
- Kebohongan ditunjukkan oleh lingkaran huruf “O” yang mengarah ke kanan

Senin, 10 Januari 2011

KAKAK TUA

A. Nama Lokal : Kakak Tua Jambul Kuning
Nama Ilmiah : Cacatua sulphurea

B. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphhylum : Vertebrata
Classis : Aves
Ordo : Psittaciformes
Familia : Psittacidae
Genus : Cacatua
Species : Cacatua sulphurea

C.Diskripsi :
1.Habitat
Di hutan sekunder dan perkebunan. endemik di Sulawesi. dan Nusa Tenggara. Burung ini tersebar di P. Panida. lepas pantai P. Bali.


2.Ciri Morfologi
Burung kakatua jambul kuning. berukuran panjang kira.kira 30 cm. mempunyai jambul kuning. mencolok. bulu berwarna putih dan sering mengeluarkan suara yang ribut. Burung tersebut mempunyai paruh atas yang panjang melebihi paruh bagian bawah. Mata berwarna coklat gelap, paruh hitam, kaki abu-abu gelap. Burung kakatua mempunyai lidah yang diadaptasikan untuk memakan buah, biji-bijian, Jambul akan ditegakkan dan diturunkan bila sedang bersuara dan bertengger di pohon.
3.Ciri Spesifik
Memiliki Jambul berwarna kuning, jambul ini yang membedakan dengan kakak tua jenis lainnya. Selain itu warna bulu diseluruh tubuhnya yang berwarna putih menjadikan ciri khas tersendiri pada burung ini.
4.Jenis Makanan
Di habitat aslinya burung kakatua memakan buah.buahan, biji.bijian. sayuran. serangga dan larvanya. Sedangkan di Kebun Binatang Gembira Loka burung kakatua diberi pakan jagung muda dan kacang goreng.
5.Perilaku
Burung kakatua hidup berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Sangat mencolok ketika terbang dengan kepakan sayap yang cepat dan kuat. diselingi gerakan melayang serta saling berteriak. Burung ini mempunyai kebiasaan berpegang pada dahan atau cabang pohon. Pada musim kawin burung jantan akan memperlihatkan pada burung betina beberapa gaya seperti meloncat. mengembangkan sayap. mengangkat ekor. dan berjalan di depan betina untuk menarik perhatiannya.
6.Reproduksi
Burung betina bertelur jumlahnya di atas tiga butir. kemudian diletakkan dilubang pohon tempat burung tersebut bersarang. Telur tersebut dierami secara bergantian.antara burung jantan dan burung betina.
Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus bleeker)


I. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Classis : Osteichtyes
Ordo : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus bleeker

II. Deskripsi
Ikan nila hitam (Oreochromis niloticus bleeker) merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (pinnae Dorsalis) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak), dan sirip dubur (pinnae Analis) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.
Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung berwarna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh.

Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan nila betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan nila mempunyai kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut mouth breeder (pengeram telur dalam mulut).
Ikan nila merupakan jenis ikan pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.
Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet.
III. Habitat dan Biogeografi
Ikan nila hitam (Oreochromis niloticus bleeker) adalah sejenis ikan konsumsi air tawar, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia. Genus Oreochromis memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan toleransi terhadap kualitas air pada kisaran yang lebar. Anggota-anggota genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun, karena sering ditemukan hidup normal pada habitat-habitat di mana jenis ikan air tawar lainnya tak dapat hidup.
Ikan ini sangat peridi (mudah berbiak). Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan pada tahun 1969 mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia, yaitu di Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Diyakini pula bahwa pemeliharaan ikan ini telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba.

IV. Siklus Hidup
Siklus hidup ikan nila merah melewati lima fase kehidupan, yaitu telur, larva, benih, konsumsi, dan induk. Ciri setiap fase berubah. Demikian juga dengan bentuk dan ukuran tubuh serta sifat-sifatnya. Semua fase dilewati dalam waktu yang berbeda-beda.
a. Fase Telur
Fase telur merupakan fase awal kehidupan nila hitam, dimana bakal anak itu baru dikeluarkan induknya. Fase ini dicirikan dengan bentuknya yang bulat, berwarna kuning dan bersifat tidak melekat. Telur nila hitam berdiameter antara 2 – 2,5 mm. setiap butir memiliki berat rata-rata 0,02 mg.
a. Fase Larva
Fase telur merupakan masa kritis dan dilewati selama 6 – 7 hari atau tergantung suhu air, kemudian berubah menjadi fase larva yang masih memiliki kuning telur atau makanan cadangan. Fase itu dilewati selama 2 – 3 hari. Selama fase itu tidak memerlukan pakan dari luar, tetapi akan menghabiskan makanan cadangan itu.


b. Fase Benih
Dari fase larva berubah menjadi fase benih. Panjang dan berat tubuh berubah setiap saat. Dalam sebulan larva berubah menjadi benih berukuran panjang antara 2 – 3 cm dengan berat antara 0,8 – 1,2 gram. Sebulan kemudian panjang dan beratnya berubah menjadi 4 – 8 cm dengan berat antara 3 – 6 gram.
c. Fase Konsumsi
Pada umur tiga bulan benih tersebut bertambah besar hingga mencapai panjang antara 10 – 12 cm dengan berat 15 – 20 gram. Tiga bulan kemudian atau pada umur 6 bulan dari telur, nila hitam sudah mencapai fase konsumsi, yaitu ukuran ikan yang umum dimakan oleh orang. Konsumsi ini biasanya berukuran panjang antara 15 – 20 cm dengan berat antara 300 – 400 gram.
d. Fase Induk
Pada ukuran ini sebenarnya nila hitam sudah menjadi calon induk dan mulai belajar untuk memijah, namun untuk menjadi calon induk yang baik harus ditunggu 1 – 2 bulan kemudian. Fase induk atau masa produktif induk berlangsung selama 1 – 1,5 tahun. Setelah itu berubah menjadi fase yang tidak produktif, dimana induk masih bisa memijah, tetapi kualitas anaknya sudah kurang baik.

V. Keistimewaan
a. Ikan nila merupakan sumber protein hewani
Ikan nila, khususnya ikan nila hitam mengandung protein hewani yang tinggi dan harganya pun relatif murah bagi konsumsi manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.
b. Ikan nila sebagai pengendali nyamuk
Ada beberapa alasan mengapa ikan nila memiliki prospek yang positif dalam program pengendalian nyamuk. Yakni ikan-ikan tersebut dapat hidup di air tawar, payau, dan bahkan air laut. Bahkan, berbagai spesies nila mempunyai kemampuan memakan jentik nyamuk yang cukup tinggi, seperti kemampuan nila hitam dalam mengendalikan populasi jentik nyamuk.
Ikan nila telah dipakai sebagai agen pengendalian jentik nyamuk vektor malaria di Cina, Somalia, dan Ethopia. Ternyata ikan tersebut dapat menurunkan populasi nyamuk terutama vektor malaria yang mempunyai tempat perindukan yang terbatas seperti kolam ikan dan reservoir air. Di daerah pantai Guangxi yang ada di Cina, terutama pada daerah perkampungan nelayan itu, penanggulangan nyamuk dengan menggunakan ikan pemakan jentik berhasil dengan baik, sebab rata-rata yang dijadikan tempat perindukan nyamuk adalah berupa penampungan air rumah tangga.
di Somalia jenis ikan nila ini digunakan secara nasional untuk pengendalian nyamuk malaria di tempat perindukan. Sedangkan masyarakat Ethiopia memiliki kebiasaan memasukkan ikan di dalam tempat penampungan air yang disebut dengan brika, sehingga berdampak pada tidak ditemukan jentik nyamuk dan larva hewan lainnya.
Untuk konteks Indonesia sendiri, telah dilakukan penelitian di Sihepang Tapanuli Selatan dan Desa Sukaresik Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat, hasilnya membuktikan bahwa ikan nila hitam dapat menurunkan populasi larva Anopheles. Hal ini disebabkan karena media biaknya telah dikonsumsi ikan, tidak adanya jasad renik dan tanaman air akan menghalangi kehadiran jentik nyamuk. Dari sini, tentu akan berdampak positif terhadap semakin kecilnya kemungkinan terjadi kontak gigitan nyamuk dewasa dengan manusia, sehingga diharapkan dapat menekan kejadian penularan malaria.
Akhirnya, melalui pemanfaatan tempat perindukan nyamuk sebagai lahan budidaya ikan nila, maka dampaknya ikan menjadi kenyang, sementara jentik nyamuk hilang, sehingga nyamuk dewasanya menjadi berkurang kepadatannya dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk pun jadi berkurang.
c. Manfaat ikan nila hitam, selain sebagai pengendali hayati terhadap jentik nyamuk, juga melalui budidaya ikan ini dapat meningkatkan pendapatan pengelola tambak. Sebab, usaha budidaya ikan ini jelas-jelas mempunyai nilai ekonomi. Misalnya, memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk setempat dalam menggunakan pakan, apalagi ikan ini bersifat omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan), dan mempunyai kemampuan memakan yang cukup tinggi. Sehingga tidak aneh dikalangan para peternak ikan ada ungkapan, “Sekali dikembangkan pada tempat yang cocok, populasinya akan berkembang sendiri secara terus menerus, biaya pemeliharaan relatif murah, tidak mencemari lingkungan, dan dapat dibudidayakan pada rawa-rawa yang memiliki banyak tanaman air.”
d. Mamiliki tingkat pertumbuhan dan fekunditas (tingkat kesuburan untuk menghasilkan sejumlah telur) tinggi.
e. Memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.
f. Memungkinkan lebih toleran terhadap kisaran nilai salinitas (kadar garam) air yang tinggi.
g. Lebih tahan terhadap serangan penyakit.
h. Memiliki risiko kematian sangat kecil.
i. Belum terjangkit virus.
j. Harganya relatif terjangkau.

Minggu, 09 Januari 2011

BAKTERI

A. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Classis : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Species : Acetobacter xylinum

B. Ciri Morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
C. Ciri Fisiologi
Acetobacter xylinum dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak. Berat selulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.
Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.
Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N (yang berguna untuk menyusun protoplasma). Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel. Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi, proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004) “bakteri Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.” Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium.
Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004), “bakteri Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa.”
Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang kemudian berubah menjadi asam asetat.

D. Fase Pertumbuhan
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu: fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolic yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fsae ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati.
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.

E. Ekologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bisa berasal dari bahan organic seperti ZA dan urea. Meskipun bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5 namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. Sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 310 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen, sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.
Sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator seperti Ca2+, Mg+. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun.
Untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen anorganic seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bisa digunakan.
Acetobacter xylinum tidak memiliki sukrosa sintase namun setidaknya ada 4 enzim yang terlibat dalam jalur dari sukrosa menjadi UDP-glukosa. Acetobacter xylinum memiliki berbagai jalur pembentukan UDP-glukosa. Sebagai contoh level aktivitas UDP-glukosa pirofosforilase dalam Acetobacter xylinum ATCC 23768 berbeda dengan ATCC 23769 walaupun produksi selulosanya mirip.

F. Manfaat
 Bakteri pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Pada prinsipnya untuk menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstraseluler atau yang kemudian di sebut nata de coco. Berbagai penelitian ilmiah mencoba menggantikan air buah kelapa dengan bahan lain seperti whey tahu, sari buah nenas, sari buah pisang dll. Kegiatan ilmiah ini menghasilkan produk yang akrab disebut nata de soya, nata de pina dll. Kita tidak akan punya cukup waktu untuk membicarakan berbagai produk tersebut apalagi untuk membandingkan satu dengan yang lain. Ternyata selain air buah kelapa, skim santan juga dapat dipergunakan sebagai bahan baku utama pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum dapat membentuk selulosa pada nata de coco karena ada kandungan karbohidrat pada nata. Maka Acetobacter xylinum juga dapat membentuk selulosa pada bekatul karena terdapat banyak karbohidrat pada bekatul.
Pada bekatul terdapat nutrisi-nutrisi yang dapat membuat Acetobacter xylinum tumbuh dan membentuk selulosa. Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang terbentuk. Selulosa yang dihasilkan Acetobacter xylinum dapat diatur ketebalannya sehingga dapat digunakan untuk pembuatan kertas. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Pengaturan ketebalan selulosa dilakukan dengan menambahkan bekatul pada medium fermentasi. Semakin banyak nutrien yang tersedia, yaitu kadar glukosa pada medium, maka semakin banyak dan tebal pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan.


Berdasarkan hasil penelitian ahli biologi molekuler dari Akademi Sahlgrenska di Universitas Gothenburk, Swedia, Helen Fink, selulosa dari bakteri Acetobacter xylinum ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuluh darah. Sebab bakteri selulosa ini sangat mirip dengan struktur kolagen. Komponen pada arteri dan vena yang dapat memberikan kekuatan pembuluh darah. Selain itu, bakteri selulosa itu sangat potensial digunakan sebagai biomaterial, seperti jaringan tulang, obat luka bakar, serta bahan alternatif pengganti kulit. Dalam laporan penelitian Fink, hasil uji coba sifat mekanik bakteri selulosa itu seperti kekuatan tarik mirip dengan arteri kaotid pada babi. Selain itu, kerapatan materinya dapat dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan tujuan penelitian. Bakteri ini memiliki kadar air hingga 99% dan terdiri dari jaringan fibril serta suatu material yang memiliki sifat mekanik kuat. Bila material tersebut direkayasa sedemikian rupa sebagai pembuluh darah buatan, dapat memiliki kekuatan mekanik yang penting untuk mencegah terjadinya kerusakan pembuluh.

SUKSESI

A. Pengertian
Dalam hidup keseharian, kita tentu sering melihat hidup matinya tanaman diperkarangan rumah atau hewan yang memakan tumbuhan atau hewan jenis lainnya. Sebidang halaman rumah berumput yang rapi dan terawat tampak sebagai sebuah lingkungan yang stabil. Pada lingkungan tersebut tidak terjadi perubahan komunitas karena rumputnya secara teratur dipotong dan diplihara oleh pemiliknya. Dalam kondisi alamiah, pada halaman berumput yang tidak terawat akan banyak ditumbuhi oleh semak. Semak tersebut cepat tumbuh dan berkembang sehingga dapat menyingkirkan keberadaan rumput untuk membentuk komunitas semak belukar. Pada kondisi tertentu, Pertumbuhan hutan tersebut akan terhenti. Peristiwa perubahan komunitas tumbuhan tersebut dikenal sebagai proses suksesi, yaitu suatu perubahan dalam jangka panjang yang mengakibatkan munculnya komunitas baru menggantikan komunitas sebelumnya. Individu – individu di dalam ekosistem atau karena adanya interaksi mahluk hidup satu sama lainnya dan dengan lingkungan fisiknya. Dapat juga diartikan suksesi adalah perubahan secara bertahap pada struktur komunitas sepanjang waktu.

B. Tahap – tahap suksesi
Proses suksesi dapat terjadi melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
1.Kolonisasi
Merupakan suatu bentuk atau pendudukan atau penguasaan habitat oleh mahluk hidup. Syaratnya, makhluk hidup tersebut harus sampai pada lokasi dan mantap hidupnya ditempat tersebut.
2.Modifikasi tempat
Merupakan pengubahan sifat-sifat tempat (habitat) yang dilakukan oleh koloni makhluk hidup.

C. Macam-macam Suksesi
1. Suksesi Primer
Suksesi primer merupakan perubahan secara bertahap pada suatu daerah dan dimulai dengan daerah yang tidak memiliki kehidupan. Tahapannya sebagai berikut:
a.)Akibat letusan gunung berapi yang memusnahkan semua kehidupan di permukaan tanah.
b.)Kolonisasi Awal : Spora lumut, biji tumbuhan atau bakteri autrotrof sebagai organisme fotosintesis pertama yang muncul akibat terbawa oleh angin dan tertanam di daerah tersebut.
c.)Pertumbuhan pioner : Benih-benih yang tumbuh di lahan kosong tumbuh dan berkembang biak. Jenis organisme yang datang pertama dan menjadi penghuni pemula di lahan kosong sebagai pioner. Tumbuhan pioner akan membentuk koloni-koloni.
d.)Invasi : Selama proses kolonisasai di tempat yang baru anak-anak dari organisme pioner yang adaptasinya paling baik terhadap lingkungan mampu bertahan dan terus menyebar atau mengadakan invasi secara luas.
e.)Stabilisasi : Habitat dan ekosistem yang baru terbentuk terus mengalami perubahan, baik dalam hal kondisi lingkungan fisik maupun komponen biotik yang menghuninya. Perubahan akan terus terjadi sampai ekosistem mencapai keaadan yang stabil.
f.) Klimaks : Hubungan antara jenis-jenis organisme yang dominan pada komunitas klimaks dengan habitat atau lingkungannya sudah sangat harmonis, dan komunitas klimaks ini bersifat stabil atau tudak berubah selama kondisi iklim dan keaadaan fisiografisnya tetap sama.
Gambar: Formasi tanah adalah langkah terpenting dalam suksesi primer.
Ketika tanah belum terbentuk, maka daerah ini tidak mampu untuk menyokong vegetasi yang banyak, modifikasi dari lingkungan yang keras. Proses ini bermula ketika tanah terbentuk, hingga terbentuknya komunitas puncak.
Sumber : Biologi Life on Earth With Physiology, 2008
Salah satu contoh peristiwa suksesi primer yang terjadi adalah pada Gunung Kilauaea, Hawaii yang meletus pada tahun 1983, dimana terjadi muntahan larva dan mematikan seluruh ekosistem yang ada di sekitarnya. Setelah beberapa tahun muncul tumbuhan pioner. Seperti yang tampak pada gambar berikut:

Gambar : Peteridhophyta sebagai pioner di Gunung Kilauaea, Hawaii yang sebelumnya meletus dan menghancurkan vegetasi yang ada.
Sumber : Biologi Life on Earth With Physiology, 2008
2.Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder merupakan pembentukan kembali suatu komunitas ke bentuk kondisi awal setelah daerah tersebut rusak. Suksesi sekunder dapat disebabkan oleh kebakaran, banjir, gempa bumi atau aktivitas manusia.

Gambar : Suksesi sekunder, yang dimulai suatu lahan kosong menunjukkan perubahan kumpulan tanaman. Tanaman tahunan digantikan rumput dan herba pariental lainnya, kemudian diganti semak, yang diganti oleh pohon.
Sumber : Biologi Life on Earth With Physiology, 2008
Pada musim kemarau tahun 1997, terjadi kebakaran di hutan Kalimantan, ratusan hektar, semak dan perdu terbakar. Banyak hewan mati karena asap dan api. Beberapa hewan lain pindah ke luar hutan. Abu tumbuhan dan hewan yang terbakar menyediakan nutrisi bagi kecambah atau tunas tumbuhan. Tumbuhan baru akan tumbuh di daerah tersebut dan populasi hewan akan kembali lagi. Hewan tersebut akan memberi senyawa organik untuk tanah sehingga banyak tumbuhan lain akan hidup di daerah tersebut.

Gambar :Suksesi sekunder yang terjadi setelah kebakaran hutan
D. Suksesi Tumbuhan
Suksesi tumbuhan adalah penggantian suatu komunitas tumbuh-tumbuhan oleh yang lain. Hal ini dapat terjadi pada tahap integrasi lambat ketika tempat tumbuh mula-mula sangat keras sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuh diatasnya, atau suksesi tersebut dapat terjadi sangat cepat ketika suatu komunitas dirusak oleh suatu faktor seperti api, banjir, atau epidemi serangga dan diganti oleh yang lain (Daniel, et al, 1992).
Perubahan bersifat kontinu, rentetan suatu perkembangan komunitas yang merupakan suatu sera dan mengarah ke suatu keadaan yang mantap (stabil) dan permanen yang disebut klimaks. Tansley (1920) mendefinisikan suksesi sebagai perubahan tahap demi tahap yang terjadi dalam vegetasi pada suatu kecendrungan daerah pada permukaan bumi dari suatu populasi berganti dengan yang lain. Clements (1916) membedakan enam sub-komponen : (a) nudation; (b) migrasi; (c) excesis; (d) kompetisi; (e) reaksi; (f) final stabilisasi, klimaks. Uraian Clements mengenai suksesi masih tetap berlaku. Bagaimanapun sesuatu mungkin menekankan subproses yang lain, contohnya perubahan angka dalam populasi merubah bentuk hidup integrasi atau perubahan dari genetik adaptasi populasi dalam aliran evolusi.
Suksesi sebagai suatu studi orientasi yang memperhatikan semua perubahan dalam vegetasi yang terjadi pada habitat sama dalam suatu perjalanan waktu (Mueller-Dombois and Ellenberg, 1974). Selanjutnya dikatakan bahwa suksesi ada dua tipe, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaaan dua tipe suksesi ini terletak pada kondisi habitat awal proses suksesi terjadi. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal, terbentuk habitat baru. Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas atau ekosistem alami terganggu baik secara alami atau buatan dan gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada.
Laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup permudaan jenis-jenis tertentu. (Marsono dan Sastrosumarto, 1981).
Soerianegara dan Indrawan (1988) menyebutkan dalam pembentukan klimaks terjadi 2 perbedaan pendapat yakni; paham monoklimaks dan paham polylimaks. Paham monoklimaks beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya ada satu macam klimaks, yaitu formasi atau vegetasi klimaks iklim saja. Ini berarti klimaks merupakan pencerminan keadaan iklim, karena iklim merupakan faktor yang paling stabil dan berpengaruh.
Paham polyklimaks mempunyai anggapan bahwa tidak hanya faktor iklim saja, seperti sinar matahari, suhu udara, kelembaban udara dan presipitasi, yang dapat menimbulkan suatu klimaks. Penganut paham ini sebaliknya berpendapat bahwa ada faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya klimaks, yaitu edafis dan biotis. Faktor edafis timbul karena pengaruh tanah seperti komposisi tanah, kelembaban tanah, suhu tanah dan keadaan air tanah. Sedangkan biotis adalah faktor yang disebabkan oleh manusia atau hewan, misalnya padang rumput dan sabana tropika. Untuk golongan poliklimaks hutan mangrove merupakan suatu klimaks tersendiri, yakni klimaks edafis dengan kondisi tanah yang khusus.

Rabu, 05 Januari 2011

Kampusku............

UMS go INTERNASIONAL

Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun ini telah mencapai usia yang ke-52 tahun, usia yang cukup dewasa bagi sebuah perguruan tinggi. Berbagai peristiwa dan kejadian telah dilewati, berbagai permasalahan dan tantangan telah dihadapi yang semua itu semakin mematangkan UMS hingga berada pada kondisi seperti sekarang ini.